Kamis, 08 Desember 2011

 Total Footbaal adalah sistem permainan sepakbola yang paling menarik. Tetapi memahami Total Footbal ternyata tidak segampang yang diduga. Total Football lebih dikenal dengan nama Tiki-Taka. ‘Tiki-taka’ mungkin bisa disamakan dengan “tik-tak” di alam sepak bola kita, memang permainan sepak bola yang sederhana. “Tapi memainkan sepak bola yang sederhana itu, justru yang paling sulit,” ungkap Johan Cruijf, mantan pemain Belanda yang diajari “Total Football” langsung oleh mahagurunya seniman bola Rinus Michel, suatu ketika.
Rinus yang pernah berkeliling Indonesia ditemani nyong Indo almarhum Ronny Pattinasarany, adalah yang membawa Belanda dan juga Barcelona serta dunia mengenal “Total Football” pada masanya. Rinus mengembangkan “Totaal voetbal” pada akhir 1960-an. Ia mendapat idenya dari pria kelahiran Manchester 1881, yang pernah jadi manajer Ajax Amsterdam selama 14 tahun yakni John “Jack” Reynolds. Reynolds meninggal pada 1962 di tanah kelahirannya.
Inti “Total Football” adalah setiap pemain bisa menempati posisi apa saja. Hanya kiper yang tetap di bawah mistar. Sistem ini membutuhkan kecerdasan bermain bola para pemainnya, dan Belanda secara demostratif menggelar partai-partai mengundang decak kagum publik bola dunia pada Piala Dunia 1974.
Pengaturan ruang dan kreasi adalah yang utama dalam total football. “Kami terus ngomong soal space, ruang. Johan Cruiff selalu bicara soal ke mana orang harus berlari dan di mana orang harus berdiri, juga kapan orang harus tidak bergerak,” ujar Barry Hulshoff, rekan Cruiff di Tim Ajax awal 1970-an.
Cruijff bisa menempati posisi di sayap, gelandang dan penyerang. Pergerakan dan permutasi pemain demikian dinamis. Pergerakan orang mengatur ‘space menjadi tema sentral tota football.
Cruijff menerapkan total football secara terus menerus ketika dia bermain dan menjadi pelatih Barcelona. Gurunya, Rinus Michel, juga sempat menangani tim Barcelona setelah pindah dari Ajax Amsterdam. Cruiff mengoleksi 11 piala dalam berbagai ajang yang dilakoninya bersama pemainnya yang handal, Josep “Pep”Guardiola.

  Ruud Gullit dan Marco van Basten



Yang standar tentu saja kita tahu bahwa sistem ini pertama kali muncul di Belanda dengan permainan bertumpu pada fleksibilitas pertukaran posisi pemain yang mulus. Posisi pemain sekadar kesementaraan yang akan terus berubah sesuai kebutuhan. Karenanya, semua pemain dituntut untuk nyaman bermain di semua posisi.

Penjelasan paling memuaskan malah bukan saya dapat dari orang Belanda, melainkan seorang penulis Inggris yang tergila-gila dengan sepakbola Belanda. David Winner menulis buku yang kalau diterjemahkan bebas kira-kira berjudul, "Oranye Brilian -- Jenius dan Gilanya Sepakbola Belanda".

Orang Belanda sendiri sampai terkagum-kagum dan mengatakan, ''Ah, jadi begitukah cara berpikir kami.'' Banyak pemain bola Belanda seperti tersadarkan pada sosok yang berada di dalam kaca ketika mereka bercermin.Winner tidak membahas sepakbola semata. Menurutnya Total Football hanyalah pengejawantahan ''psyche'' paling dasar warga Belanda dalam memahami kehidupan. Benang merah Total Football juga ada dalam karya seni, arsitektur, dan bahkan tatanan sosial budaya masyarakat Belanda.

Berlebihan? Mungkin. Namun penjelasannya sungguh masuk akal.

Kita semua tahu ukuran lapangan sepakbola lebih kurang sama di mana-mana, sehingga ruang permainan selalu sebenarnya sama. Tapi orang Belanda sadar bahwa ruang juga adalah persoalan abstrak di dalam kepala. Membesar dan mengecilnya ruang tergantung pada cara mengeksploitasinya.

Total Football, demikian jelas buku itu, adalah persoalan ruang dan eksploitasinya itu, bukan yang lain. Fleksibilitas posisi pemain, pergerakan pemain, semuanya adalah konsekuensi dari upaya untuk menciptakan ruang agar bisa dieksploitir semaksimal mungkin.

Prinsip dasarnya sebenarnya sangat sederhana. Besar kecilnya lapangan sepakbola walau ukurannya sama, tetapi di benak bisa berubah tergantung siapa yang bermain di dalamnya.

Misalnya, begitu pemain Belanda menguasai bola maka mereka akan membuat lapangan seluas mungkin. Pemain bergerak ke setiap jengkal ruang yang tersedia. Di benak lawan lapangan akan tampak begitu lebar.

Atau, begitu lawan menguasai bola, ruang harus dibuat sesempit mungkin. Pemain yang terdekat dengan pemain lawan yang menguasai bola dituntut untuk menutupnya secepat mungkin, tidak peduli apakah itu pemain bertahan atau bukan. Bisa satu bisa dua, bahkan tiga. Tekanan harus dilakukan secepat mungkin bahkan ketika bola masih ada di jantung pertahanan lawan. Lawan terjepit dalam benak bahwa lapangan begitu sempit.

Memperlebar atau mempersempit ruangan di benak lawan tentu bukan barang mudah. Harus ada kemampuan untuk mencari ruangan. Pergerakan yang kompak. Cara mengumpan bola yang eksploitatif atas ruang yang tersedia, entah melengkung, lurus, melambung, dll. Pendeknya dibutuhkan pemahaman geometri ruangan yang tidak sederhana.

Persoalannya adalah, mengapa hal ini tidak terpikirkan oleh orang lain sebelumnya? Dan mengapa orang Belanda yang bisa melakukannya?

Jawabnya, menurut buku itu, didapat dari kondisi alam Belanda.

Bangsa Belanda secara intrinsik bangsa yang spatial neurotic (tergila-gila oleh ruangan ataupun pemanfaatannya). Kondisi alam memaksa mereka demikian. Lima puluh persen tanahnya berada di bawah permukaan laut. Sementara sisanya terlalu sempit untuk jumlah penduduk yang berjubel.

Terus menerus bangsa ini melakukan reklamasi untuk memperluas daratan. Dengan sadar persoalan tanah mereka atur dengan sangat disiplin dan ketat. Eksistensi bangsa ini tergantung bagaimana mereka merawat tanah yang tak seberapa mereka punya. Kanal, selokan air, bendungan kecil dan besar, teratur rapi membelah setiap jengkal tanah yang mereka punya.

Belanda hingga saat ini adalah negara paling padat dalam ukuran per meter persegi, dan pengaturan tanahnya adalah yang paling teratur di muka bumi.

Namun seberapa pun mereka mencoba, seberapa pun disiplinnya, tanah tidak akan pernah cukup tersedia.

Lalu apa yang dilakukan?

Jawabnya ada di daya khayal, di benak, di alam abstraksi. Di samping secara fisik mereka mencoba memperluas wilayah darat mereka, mereka juga menciptakan ruang yang luas dialam khayal mereka.

Kalau Anda kebetulan datang ke Eropa, bandingkanlah tata kota Belanda dengan negara lain. Kita akan segera sadar bahwa Belanda memang lebih sempit tapi tata kotanya dibuat sedemikian rupa rapi, sehingga terasa sangat longgar. Dibanding negara manapun di dunia, tata kota di Belanda adalah yang paling kompak di dunia.

Arsitektur bangunannya, baik yang tua maupun modern, terasa sangat inovatif, dengan sudut yang sering tidak normal, bentuk bangunan yang tidak umum, aneh, tetapi kesannya selalu sama—longgar dan lapang. Karena semua lekuk ketidaknormalan adalah bagian dari upaya untuk menciptakan ruang tambahan di alam khayal tadi.

Bahkan benak juga dilonggarkan untuk urusan norma sosial. Kalau etika Protestan semarak di Belanda di awal kelahirannya, sangatlah bisa dimengerti. Mereka secara instingtif akan memberontak terhadap segala sesuatu yang sifatnya mengukung. Dalam kasus kelahiran Protestan tentu saja pemberontakan atas kungkungan ajaran Katolik saat itu.

Proses itu terus berlanjut hingga sekarang. Kita tahu norma sosial Belanda adalah yang paling longgar di Eropa. Kelonggaran yang tetap diatur. Misalnya, mainlah ke Vondell Park di Amsterdam, bolehlah Anda menghisap ganja atau mariyuana dengan santai. Padahal di negara lain sembunyi-sembunyi pun Anda tidak boleh.

Jejak-jejak spatial neurotic ini bisa kita temukan dengan mudah di karya-karya seni mereka bahkan di kehidupan politik, tetapi kembali ke persoalan sepakbola, mentalitas pemain sepakbola juga sama persis. Ketika mereka turun ke lapangan, benak mereka selalu bermain-main dengan keinginan untuk menciptakan ruangan selonggar mungkin, lalu mengeksploitasinya.

Ketika Rinus Michel membawa Ajax menjadi juara Piala Champions tahun 1971, Eropa tersadarkan sebuah sistem baru yang mulai sempurna telah lahir. Sistem yang lahir dari psyche orang Belanda yang tergila-gila dengan ruang dan pemanfaatannya. Dan ketika Michel membawa Belanda ke final Piala Dunia 1974 lahirlah istilah Total Football.

Total Football sendiri sebenarnya meminjam penamaannya dari gerakan sosial yang digagas para arsitek-filosof terkemuka Belanda sekitar tahun 1970-an. Sebuah gerakan bernama Total. Memahami kehidupan perkotaan secara menyeluruh: mengatur urbanisasi, lingkungan, dan pemanfaatan energi dalam satu totalitas. Agar ruang yang tersedia di Belanda bisa termanfaatkan secara maksimal. Dan sepakbola adalah sebuah hiburan bagian dari pendekatan yang menyeluruh itu. Totalitas. Namanya: Total Football.


(Liza Arifin, Detiksport)

DAFTAR PEMAIN TERBAIK FIFA


 Daftar peraih Player of the Year FIFA
1991 - Lothar Matthaus, Jean-Pierre Papin (runner up), Gary Lineker (tempat ketiga)
1992 - Marco Van basten, Hristo Stoickov, Thomas Hassler
1993 - Roberto Baggio, Romario, Dennis Bergkamp
1994 - Romario, Hristo Stoichkov, Roberto Baggio
1995 - George Weah, Paolo Maldini, Juergen Klinsmann
1996 - Ronaldo, George Weah, Alan Shearer
1997 - Ronaldo, Roberto Carlos, Dennis Bergkamp dan Zinedine Zidane
1998 - Zinedine Zidane, Ronaldo, Davor Suker
1999 - Rivaldo, David Beckham, Gabriel Batistuta
2000 - Zinedine Zidane, Luis Figo, Rivaldo
 

2001 - Luis Figo, David Beckham, Raul
2002 - Ronaldo, Oliver Kahn, Zinedine Zidane
2003 - Zinedine Zidane, Thierry Henry, Ronaldo
2004 - Ronaldinho, Thierry Henry, Andriy Shevchenko
2005 - Ronaldinho, Frank Lampard, Samuel Eto'o
2006 - Fabio Cannavaro, Zinedine Zidane, Ronaldinho
2007 - Kaka, Lionel Messi, Cristiano Ronaldo
2008 - Cristiano Ronaldo, Lionel Messi, Fernando Torres
2009 - Lionel Messi, Cristiano Ronaldo, Xavi Hernandez
2010 - Lionel Messi, Andres Iniesta, Xavi Hernandez

Untuk 2011/2012 ni siapa, ya?
Mengapa gelar pemain terbaik lebih sering diraih oleh striker?

Selasa, 06 Desember 2011

Hasil drawing Euro 2012


 
Hasil drawing Euro 2012

 
Grup A
Polandia
Yunani
Rusia
Republik Ceko

Grup B
Belanda
Denmark
Jerman
Portugal

Grup C
Spanyol
Italia
Republik Irlandia
Kroasia

Grup D
Ukraina
Swedia
Perancis
Inggris